Menapaki Puncak Gunung Suci Tanah Jawa
Bagi
para pendaki gunung di Indonesia, Gunung Semeru merupakan salah satu gunung
wajib yang harus didatangi. Semeru adalah gunung berapi aktif tertinggi di
Pulau Jawa, dengan puncaknya Mahameru, 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl).
Letak dari gunung ini terletak diantara wilayah administrasi Kabupaten Malang
dan Lumajang, Jawa Timur. Dengan posisi geografis antara 8°06′ LS dan 120°55′
BT. Gunung ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Taman
Nasional ini terdiri dari pegunungan dan lembah seluas 50.273,3 Hektar.
Gambar.
Gunung Semeru
Menurut
penduduk sekitar yaitu suku tengger, mereka percaya bahwa puncak mahameru merupakan
tempat bersemayam nya para dewa - dewa. Oleh karena itu banyak orang yang
menyebut mahameru dengan sebutan puncak abadi para dewa. Namun dalam tulisan
ini saya tidak akan membahas tentang kepercayaan terhadap dewa tersebut. Dalam
tulisan ini saya akan menuliskan tentang pengalaman hebat saya dalam mendaki
puncak mahameru tersebut.
Mempersiapkan
keberangkatan
Saya
adalah salah satu mahasiswa di Universitas Gunadarma, Depok. Dan kebetulan regu
yang berangkat untuk ekspedisi ini merupakan teman angkatan saya di jurusan
Teknik Mesin. Beberapa minggu sebelum keberangkatan, kami mulai menyiapkan
semua hal penting dalam perjalanan kami seperti tiket kereta, peralatan gunung,
logistik, fisik dan lainnya. Kami sering berkumpul untuk membicarakan hal – hal
mengenai perjalanan kami nanti. Kebetulan beberapa orang dari regu kami sudah
pernah mencapai puncak mahameru, jadi kami memiliki pemandu dalam tim.
Waktu
keberangkatan
Setelah sekian lama mempersiapkan,
akhirnya tiba juga waktu keberangkatan kami. Tanggal 9 juni 2013, kami pun
berkumpul di stasiun senen untuk memulai perjalanan. Rute kereta yang akan
dituju adalah st.senen (Jakarta) – st.malang (Jawa Timur). Jumlah regu kami
adalah berjumlah 11 orang, sebelumnya si lebih banyak lagi, namun karena suatu
hal mereka pun urung untuk ikut. Waktu keberangkatan kereta kami adalah pukul
14.00 WIB, dan kereta yang akan kami naiki adalah kereta ekonomi Mataremaja.
Lama perjalanan yang akan kami tempuh adalah sekitar 15 – 16 jam. Jadi siap –
siap aja badan pada pegel hahaaaa.
Gambar.
Stasuin Senen, Jakarta
Kota Malang yang
sejuk dan ramah.
Singkat
cerita keesokan paginya tanggal 10 juni 2013 sekitar pukul 08.00 kami sampai di stasiun malang, Jawa Timur.
Kami pun langsung mencari kendaraan umum untuk menuju pos pasar tumpang. Selama
dalam perjalanan menuju pos pasat tumpang udara sejuk khas pedesaan kaki gunung
menemani imajinasi pikiran kami. Sekitar pukul 09.00 kami pun sampai di pos
pasar tumpang. Disana adalah tempat untuk beristirahat dan mempersiapkan
perlengkapan sebelum memulai pendakian, sekaligus tempat untuk menyewa
kendaraan menuju tempat pendaftaran gunung semeru. Setelah semuanya siap, kami
berangkat sekitar pukul 11.30 siang menuju pos pendaftaran, dengan menyewa
sebuah mobil truk.
Desa Ranu Pani
Setelah
melakukan perjalan melelahkan dengan mobil, kami pun sampai di desa Ranu Pani
yang merupakan desa terakhir menuju puncak gunung semeru. Di desa ranu pani
terdapat danau yang cukup besar dan udara disana cukup dingin, saya pun mulai
memaki jaket untuk menahan dingin. Mungkin karena tubuh saya belum beradaptasi Disana
adalah pos pendaftaran resmi gunung semeru. Kami mulai melengkapi syarat
pendaftaran seperti ktp, surat dokter, dan lainnya. Kemudian kami bersiap dan
mempersiapkan semuanya.
Awal semua
cerita hebat.
Setelah
semua siap, kami pun mulai mengencangkan tas keril kami dan mengikat kuat
simpul sepatu kami. Mungkin dalam hati kami berkata ‘aku harus sampai ke puncak
sana’, ya itu adalah hal penting dalam melakukan pendakian gunung, yaitu tekad
dan semangat.
Gambar.
Pos pendaftaran Ranu Pani
Pukul
14.00 siang kami mulai melakukan perjalanan menuju pintu masuk Taman Nasional
Bromo Semeru Tengger. Jalan yang kami lewati adalah jalan aspal dengan
pemandangan perkebunan sayur milik warga sekitar yang menghiasi sisi jalan.
Jejeran perbukitan pun seakan menyambut kedatangan kami. Setelah beberapa saat
kami berjalan akhirnya kami sampai di pintu masuk taman nasional. Sesampainya
disana kami mulai memanjatkan doa bersama kepada Allah SWT agar menjaga kami
dari segala macam bahaya. Karena dalam mendaki gunung bukan tidak mungkin
terjadi sesuatu hal yang menyebabkan luka, cedera, bahkan hilangnya nyawa.
Gambar.
Pintu Masuk Taman Nasional
Amin
!! selesainya memanjatkan doa kami mulai petualangan sesungguhnya dari
perjalanan kami, tanpa kendaraan, tanpa gadget HP, tanpa moderenisasi. Hanya Tuhan,
Aku dan Alam !! ya begitulah sekiranya ungkapan kata dari perjalanan ini. Awal
perjalanan kami langsung disuguhkan trek yang menanjak dengan pijakan tanah
lembab sehabis hujan hari lalu. Fisik pun mulai diuji, tarikan napas pun mulai
memburu, dan hawa dingin pun berganti keringat membasahi tubuh kami. Istirahat
pun mulai dilakukan seperlunya, dan hanya untuk memulihkan nafas yang mulai
berat. Terdapat 4 shelter untuk beristirahat sebelum sampai di pos Ranu
Kumbolo, masing – masing shelter memiliki waktu tempuh berbeda menuju shelter
lainnya. Berkisar antara 2 – 4 jam bahkan bisa lebih lama tergantung kondisi
cuaca dan fisik para pendaki. Di sepanjang jalan menuju Ranu Kumbolo kita
disuguhkan pemandangan hutan, semak, dan lembah pegunungan. Karena kita akan
memutari beberapa bukit dan anak gunung sebelum sampai shelter 4. Pukul 17.00
saya sampai di shelter 3, saya beristirahat sejenak untuk menghilangkan dahaga
dan pegal pada kaki juga bahu yang menopang beban cukup besar. Selama 15 menit
kami mencoba mengumpulkan sisa tenaga dan semangat. Oke !! sepertinya saya siap
untuk melanjutkan perjalanan dan kami pun muai bergerak cepat karena sebentar
lagi akan datang gelap.
Gambar.
Jalur pendakian menuju shelter 4
Di
tengah perjalan kami pun mendapat sebuah semangat baru yang besar. Karena dari
kejauhan kami bisa melihat pos yang akan kami jadikan tempat membangun tenda
untuk istirahat malam ini. Dari tempat kami berdiri, sebuah danau besar
terhampar elok di bawah sana. Senyum kecil pun mulai menghiasi wajah kami yang
sebelum nya lemas. Kaki pun semakin ringan untuk melangkah menuju shelter 4.
Karena
semangat besar, rasa letih, dan gelap yang mulai datang, kami memutuskan untuk
tidak beristirahat di shelter 4. Jadi perjalanan pun berlanjut sampai tempat
mendirikan tenda. Pukul 19.00 malam, kami sampai di pos Ranu Kumbolo, sebuah
danau besar nan indah. Sebuah primadona yang menjadi impian pendaki karena
keindahan danau nya yang entah proses alam membentuk sebuah danau luar biasa
ini di ketinggian. Dalam kegelapan malam, dan dingin yang menusuk tulang, kami
mulai menyalakan head lamp kami masing – masing. Kemudian membagi tugas antara
memasak, menyiapkan tenda, mengambil air. Semua harus dilakukan secepatnya
karena semakin malam, udara akan bertambah dingin. Dan fisik kami pun mulai
turun karena dari tadi kami hanya mengganjal perut dengan makanan ringan. Dalam
kondisi seperti itu, bahaya senantiasa mengintai. Karena di ketinggian 2400
mdpl, udara dingin dan kurangnya asupan makanan dapat menyebabkan hipotermia.
Gambar.
Tim mulai mendirikan tenda
Setelah tenda
siap dan masakan telah matang, kami pun mulai menyantap hidangan makanan.
Hhaahh, betapa nikmatnya makan setelah semua letih hari ini. Usai makan kami
santai sejenak dengan duduk di tepian danau sambil menatap langit yang penuh
hamparan bintang. Tidak pernah saya melihat bintang sebanyak dan seterang ini.
Mungkin karena di ketinggian dan tidak adanya polusi cahaya dari lampu – lampu
kota, makanya bintang nya terlihat sangat benderang.. amazing !! hahaa. Semua
semakin lengkap dengan hangat api unggun, segelas cokelat panas, dan canda tawa
menghiasi malam kami. Tak lama, kantuk mulai menyerang. Kami pun masuk ke dalam
tenda untuk memejamkan mata dan mulai memanjatkan doa kami kepadaNya.
Gambar.
Pemandangan Malam Ranu Kumbolo
Tak terasa pagi
pun tiba, para pemburu sunrise sudah riuh ramai di luar. Sayang nya kami bangun
terlalu siang jadi tidak mendapat sunrise. Saya pun bergegas keluar tenda,
begitu keluar udara pagi dingin menyeruak. Pemandangan di luar hanya ada kabut
putih, embun beku yang mongering di atas rumput, halimun pagi menyelimuti sunyi
nya pagi itu. Kami pun bersiap dan membereskan tenda untuk melanjutkan
perjalanan. Sebelum nya kami masak, mencuci muka, dan membersihkan badan dengan
air danau. Bbbrrrrr.. begitu dingin nya air danau ini, sampai – sampai tangan
seakan membeku. Pagi ini tak banyak sinar matahari karena tebalnya kabut dan
awan yang menggantung di langit. Sepertinya kita kurang beruntung, karena belum
bisa menyaksikan sunrise yang luar biasa indah di Ranu Kumbolo.
Gambar.
Suasana pagi itu
Seusai semuanya
siap, pagi itu tanggal 11 juni 2013 pukul 09.30 kami melanjutkan perjalanan.
Baru sedikir berjalan kami langsung di hadapkan tanjakan curam yang cukup
tinggi bernama, Tanjakan Cinta. Dinamakan tanjakan cinta karena konon apabila
kita mendaki dengan memikirkan seseorang yang kita cinta tanpa menoleh ke
belakang sedikitpun, dia akan menjadi jodoh kita. Saya pun mulai menapak
selangkah semi selangkah menaiki tanjakan tersebut, trek ini memiliki
kemiringan yang cukup curam, jadi butuh stamina dan pengaturan nafas yang
tepat. Apalagi buat para perokok, paru – paru di uji banget disini hahahaa. tapi sory saya ga mau menyia – nyiakan
pemandangan yang luar biasa indah demi sebuah legenda atau dongeng. Sesekali
saya melihat kebelakang dan bernafas dalam sambil menikmati sebuah lukisan
Tuhan.
Gambar.
Tanjakan cinta
Setelah
beberapa saat kita sampai di atas dari tanjakan cinta. Tapi jangan pernah
berfikir kalau trek sehabis ini adalah jalur datar. Karena trek selanjutnya
adalah menuruni tebing yang tingginya sama seperti kita naik tanjakan cinta
tadi, kebayang kan? Tapi ga usah dipikirin, karena pemandangan di atas sini tuh
‘awesome, amazing, luar biasa, menakjubkan’ hahaaa. Ya memang sangat indah
pemandangan diatas sini, kita dapat melihat lembah yang di tumbuhi savanna dan
bunga lavender. Dengan perbukitan kecil yang di tumbuhi rumput tipis khas
ketinggian dan pohon cemara menghiasi sudutnya. Dinamakan lembah oro ombo atau
orang biasa menyebutnya bukit telletubies. Dinamakan seperti itu karena, bukit
– bukit di sekitar lembah yang di tumbuhi oleh rumput tipis khas pegunungan
hampir sama dengan bukit yang ada dalam film telletubies. Tentu kalian tau kan
film untuk anak – anak itu? Kalau tidak tau mungkin anda bisa Tanya adik, atau
anak kecil di rumah anda hahahaaa..
Gambar.
Lembah oro ombo
Kami pun mulai turun secara
perlahan, tentu saja karena cukup curam dan tanah yang lembab sehingga tanah
licin ketika di pijak. Apalagi keseimbangan tubuh yang mudah goyah dikarenakan
beban yang kami bawa memperbesar resiko tergelicir. Jadi kami harus sangat
berhati – hati dalam menuruninya. Beberapa saat setelah kami sampai dibawah
lagi – lagi kami di buat terpukau oleh keindahan warna dari padang bunga
lavender yang sangat luas. Hanya ada jalan setapak di trek ini, menembus padang
lavender yang menghiasi kiri kanan jalan. Setelah melewati padang lavender kita
disuguhkan padang savanna dan perbukitan yang saya sebutkan tadi. Saya berjalan
dengan perasaan takjub, karena ini pengalaman pertama saya melihat savanna di
ketinggian seperti ini.
Beberapa lama
kami berjalan, pukul 10.30 siang kami sampai di pos selanjutnya, yaitu pos
Cemoro Kandang. Disini adalah tempat untuk melepas lalah dan memulihkan tenaga.
Kami pun beristirahat di sini, di bawah pepohonan cemara yang besar. Ya untuk
sekedar minum, mengunyah biscuit atau meluruskan kaki yang mulai keram.
Gambar.
Pos Cemoro Kandang
Beberapa saat
kami istirahat dan bersenda gurau, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan,
dikarenakan cuaca yang sudah mulai mendung. Kaki pun mulai melangkah demi
setapak, jejak cengkraman sepatu kami menjadi sebuah tanda pendakian. Beberapa
saat kami berjalan, hujan pun turun dengan lebat. Kami pun bergegas menggunakan
jas hujan / rain coat yang sudah kami persiapkan. Oke, perjalanan pun
dilanjutkan di tengah guyuran hujan. Pendakian pun semakin sulit, trek yang
mulai menanjak, kabut mulai menghalang pandangan, langkah semakin berat karena
tanah basah dan menempel dengan sepatu, juga hujan yang membuat dingin semakin
mensuk tulang. Tak lama kemudian hujan mulai reda, kami membuka kembali jas
hujan kami dan melanjutkan perjalanan. Namun jangan berfikir semua menjadi
mudah setelah hujan, situasi masih sama ketika hujan tadi. Stamina kami lebih
banyak terkuras dalam situasi seperti ini. Keadaan alam dari cemoro kandang
adalah trek menanjak dengan hamparan pohon cemara dan semak di sekitar.
Sesekali kita melewati lembah atau jurang, intinya kita akan memutari sebuah gunung untuk sampai ke pos
berikutnya. Bersusah payah kami mendaki, dan beberapa kali harus beristirahat
untuk memulihkan tenaga. Akhirnya pukul 12.00 siang kami sampai di pos
jambangan..
Sekitar
10 menit kami beristirahat, perjalanan pun di lanjutkan. Pos selanjutnya tidak
terlalu jauh, dan disanapun kita akan mendirikan tenda. Dan satu hal tujuan
utama, yaitu memasak makanan. Karena perut kami yang sudah mulai lapar hahaaaa.
Terlalu semangat nya kami berjalan tak terasa pos selanjutnya pun mulai terlihat,
sebuah savanna yang dikelilingi jejeran gunung tinggi. Sebuah pos yang sudah
dekat dengan tujuan kami, di sini adalah pos Kali Mati.
Gambar.
Pos Kali Mati
Beregegas
kami membentuk tim untuk berbagi tugas, yaitu masak, mendirikan tenda, dan
mengambil air. Di pos ini, mata air cukup jauh. Kita harus berjalan beberapa
kilometer untuk ke sumber air, dan disini adalah sumber mata air terakhir. Jadi
ini adalah tempat terakhir pendaki untuk memenuhi kebutuhan air mereka sebelum
mendaki ke puncak.
Beberapa saat kemudian, masakan
matang, tenda pun terpasang kokoh, dan air pun sudah memadai. Berarti ini
adalah waktu yang telah kami nanti, ini waktunya makaaaaannn hahahaaa. Kami
makan dengan lahapnya walaupun masakan nya sedikit gak jelas, tapi ini makanan
terbaik disisini. Usai makan kami santai, kopi, teh dan coklat panas menjadi
teman kami di udara dingin seperti ini. Canda tawa menghiasi siang kami,
sedikit demi sedikit letihpun mulai terkikis. Tak terasa sore pun menjelang,
pukul 16.30 sore kami memutuskan untuk tidur agar kondisi fisik kami fit untuk
pendakian malam nanti. Kami pun mulai mauk tenda masing – masing untuk
beristirahat.
Puncak Abadi
Para Dewa
Dingin menusuk tulang dan suara
gemuruh membangunkan kami dari tidur. Pukul 11.00 malam rintik hujan mulai
turun, sepertinya malam ini kurang bersahabat untuk menggapai puncak. Kami
membicarakan kemungkinan yang akan terjadi malam ini, segelas kopi panas
mungkin akan membuat tubuh mengigil ini lebih hangat. Beberapa saat kami
berdiskusi akhirnya ditarik kesimpulan, jika sampai 12.00 malam nanti hujan tak
kunjung reda, pendakian harus di tunda sampai besok malam. Kerena ketika hujan
resiko tergelincir sangat besar, belum lagi cuaca dingin ditambah hujan dan
angin kencang akan membuat tubuh kami kedinginan hebat. Kemi pun menanti hujan
reda sambil bersiap jikalau benar nanti hujan reda semua sudah siap untuk
pendakian. Pendakian harus dilakukan pada malam hari, karena kurang sempurna
jika kita tidak melihat sunrise atau matahari terbit dari puncak sana. Belum
lagi waktu yang diperbolehkan untuk berada di puncak hanya sampai pukul 09.00
pagi. Karena saat itu puncak gunung mulai menghembuskan gas beracun yang keluar
dari kawah gunung.
Seperti yang kami harapkan pukul
12.00 tengah malam, hujan mulai reda namun rintik nya masih turun gemericik.
Kami keluar dari tenda dan mulai bersiap. Semua di awali dengan berdoa, karena
ini adalah klimaks atau episode terakhir dari perjalanan kami. Usai berdoa,
kami mulai melangkah secara perlahan. Lampu senter atau headlamp kami mulai
memecah kegelapan malam yang pekat. Itu adalah satu – satu nya sumber cahaya
yang akan menuntun langkah kita sampai puncak. Kami mulai menuruni lembah untuk
kemudian kembali mendaki menelusuri lereng gunung. Keadaan alam mulai berubah, kami
mulai memasuki hutan yang cukup lebat. Trek pun cukup sulit karena harus
melewati pijakan dari akar, tak jarang kami harus melewati pohon besar yang
tumbang melintang di tengah jalan. Dengan tertatih kami menapak selangkah demi
selangkah, napas yang mulai terengah membuat waktu perjalanan semakin lama. Tak
ada perasaan takut bagi kami selama menerobos hutan dangan suasana yang gelap
dan cukup mencekam. Karena tujuan kami sudah terluhat di depan mata kami. Pos
terakhir sudah mulai terlihat di ketinggian, batas hutan dari gunung semeru
sebelum memasuki puncak berpasir. Pos ini dinamakan Arcapada atau Arcopodo.
Gambar.
Tim istirahat untuk minum
Setelah
sampai di pos Arcapada kami melekukan istirahat beberapa menit, lalu kemudian
melanjutkan perjalanan. Saya tidak percaya apa yang saya lihat, sebuah lereng
dengan pijakan berpasir dari hasil letusan gunung. Pemandangan yang menajubkan
mulai tersaji dari sini, karena tak ada pepohonan yang menghalangi pandangan.
Haaaahhh Subhanallah, ini sungguh luar biasa indah. Namun disini adalah sebuah
penentuan, karena banyak dari para pendaki menyerah di jalur ini. Dan tak
sedikit dari mereka yang tergelincir bahkan menghembuskan nafas terakhirnya di
tempat ini. Kami mulai melangkahkan kaki kami, setiap kami jalan beberapa
langkah kami berhenti dikarenakan napas kami yang berat akibat tipisnya oksigen
disini. Belum lagi hembusan angin membuat badan kami terasa beku. Beberapa saat
setelah naik regu pun mulai berpencar, kami berjalan sendiri karena ada yang
sering beristirahat dan ada yang fisik nya cukup kuat untuk terus berjalan.
Saya pun berjalan sendiri, dibantu sebuah tongkat dari kayu kaki mulai menapak
dinding pasir. Tak jarang ketika berhenti saya terperosok karena pasir yang
longsor, tak heran karena sudut kemiringan jalur menanjak ini adalah 75
derajat. Sampai ketika fisik saya sudah hampir tidak kuat untuk melangkah.
Dingin menusuk tulang, dada yang terasa berat, mata yang sudah sangat
mengantuk, dan kaki yang sangat letih. Saya pun terduduk ditepian trek, pandangan
daya menghadap kearah bawah. Luar biasa pemandangan kota malang dan Lumajang
dari atas sini. Lampu kota yang gemerlap dari kejauhan, belum lagi jejeran
pegunungan di bawah sana membuat saya meneteskan air mata karena puas dan
bahagia. Tanpa disadari saya tertidur dalam keadaan duduk. Entah berapa lama
saya tertidur dan kemudian tepukan tangan menyentuh pundak saya, membuat saya
terbangun. Rupanya teman saya yang tadi di belakang kini sudah mendahului saya.
Sebuah semangat baru pun muncul, meski hanya sedikit namun cukup untuk membuat
tubuh saya kembali bergerak. Perjalananpun dilanjutkan sampai akhirnya kabut
mulai menyelimuti jalur pendakian, jarak pandang sangat tebatas dan saya pun
harus berhati – hati. Mungkin ini bukan kabut, melainkan sebuah awan. Karena
kira – kira saya berada di atas ketinggian 3000 mdpl. Perlahan kabut mulai
hilang dan dari timur jauh tampak rona cahaya yang sangat indah. Dengan mata
saya sendiri saya menyaksikan ketika matahari perlahan mulai keluar dari
peraduannya. Cahaya jingga kemerahan mewarnai langit timur pagi itu untuk
beberapa saat sebelum kemudian tertutup awan tebal. Karena sepertinya pagi itu
cukup berawan dan mendung.
Dari kejauhan puncak sana terlihat
kibaran bendera merah – putih yang tertancap tegak pada sebuah tumpukan batu.
Tak salah lagi itu adalah prasasti atau patokan dari puncak gunung semeru.
Senyum mulai menggantung di wajah saya, semua usaha dan kerja keras saya
akhirnya terbayar. Tak lama berjalan pukul 06.00 pagi saya sampai di puncak gunung semeru,
disana sudah menanti beberapa dari teman saya yang sudah lebih dulu sampai.
Saya pun menghampiri mereka, tanpa disadari air mata mengucur dipipi. Tangis
haru dan bahagia mengingat apa yang telah saya lalui kini sudah sampai pada
tujuan akhir kami.
Gambar.
Puncak mahameru 3676 mdpl
Gambar.
Samudera awan puncak mahameru
Kami
membuat cerita untuk diri kami sendiri dan mungkin akan kami ceritakan pada
anak cucu kami kelak. Bahwasanya kami pernah menggapai ketinggian 3676 mdpl,
puncak tertinggi pulau jawa, puncak mahameru, puncak abadi para dewa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar