Senin, 07 Juli 2014

Menapaki Puncak Gunung Suci Tanah Jawa

Menapaki Puncak Gunung Suci Tanah Jawa


Bagi para pendaki gunung di Indonesia, Gunung Semeru merupakan salah satu gunung wajib yang harus didatangi. Semeru adalah gunung berapi aktif tertinggi di Pulau Jawa, dengan puncaknya Mahameru, 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl). Letak dari gunung ini terletak diantara wilayah administrasi Kabupaten Malang dan Lumajang, Jawa Timur. Dengan posisi geografis antara 8°06′ LS dan 120°55′ BT. Gunung ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Taman Nasional ini terdiri dari pegunungan dan lembah seluas 50.273,3 Hektar.

Gambar. Gunung Semeru

Menurut penduduk sekitar yaitu suku tengger, mereka percaya bahwa puncak mahameru merupakan tempat bersemayam nya para dewa - dewa. Oleh karena itu banyak orang yang menyebut mahameru dengan sebutan puncak abadi para dewa. Namun dalam tulisan ini saya tidak akan membahas tentang kepercayaan terhadap dewa tersebut. Dalam tulisan ini saya akan menuliskan tentang pengalaman hebat saya dalam mendaki puncak mahameru tersebut.
Mempersiapkan keberangkatan
Saya adalah salah satu mahasiswa di Universitas Gunadarma, Depok. Dan kebetulan regu yang berangkat untuk ekspedisi ini merupakan teman angkatan saya di jurusan Teknik Mesin. Beberapa minggu sebelum keberangkatan, kami mulai menyiapkan semua hal penting dalam perjalanan kami seperti tiket kereta, peralatan gunung, logistik, fisik dan lainnya. Kami sering berkumpul untuk membicarakan hal – hal mengenai perjalanan kami nanti. Kebetulan beberapa orang dari regu kami sudah pernah mencapai puncak mahameru, jadi kami memiliki pemandu dalam tim.

Waktu keberangkatan
            Setelah sekian lama mempersiapkan, akhirnya tiba juga waktu keberangkatan kami. Tanggal 9 juni 2013, kami pun berkumpul di stasiun senen untuk memulai perjalanan. Rute kereta yang akan dituju adalah st.senen (Jakarta) – st.malang (Jawa Timur). Jumlah regu kami adalah berjumlah 11 orang, sebelumnya si lebih banyak lagi, namun karena suatu hal mereka pun urung untuk ikut. Waktu keberangkatan kereta kami adalah pukul 14.00 WIB, dan kereta yang akan kami naiki adalah kereta ekonomi Mataremaja. Lama perjalanan yang akan kami tempuh adalah sekitar 15 – 16 jam. Jadi siap – siap aja badan pada pegel hahaaaa.

Gambar. Stasuin Senen, Jakarta

Kota Malang yang sejuk dan ramah.
Singkat cerita keesokan paginya tanggal 10 juni 2013 sekitar pukul 08.00  kami sampai di stasiun malang, Jawa Timur. Kami pun langsung mencari kendaraan umum untuk menuju pos pasar tumpang. Selama dalam perjalanan menuju pos pasat tumpang udara sejuk khas pedesaan kaki gunung menemani imajinasi pikiran kami. Sekitar pukul 09.00 kami pun sampai di pos pasar tumpang. Disana adalah tempat untuk beristirahat dan mempersiapkan perlengkapan sebelum memulai pendakian, sekaligus tempat untuk menyewa kendaraan menuju tempat pendaftaran gunung semeru. Setelah semuanya siap, kami berangkat sekitar pukul 11.30 siang menuju pos pendaftaran, dengan menyewa sebuah mobil truk.

Desa Ranu Pani
Setelah melakukan perjalan melelahkan dengan mobil, kami pun sampai di desa Ranu Pani yang merupakan desa terakhir menuju puncak gunung semeru. Di desa ranu pani terdapat danau yang cukup besar dan udara disana cukup dingin, saya pun mulai memaki jaket untuk menahan dingin. Mungkin karena tubuh saya belum beradaptasi Disana adalah pos pendaftaran resmi gunung semeru. Kami mulai melengkapi syarat pendaftaran seperti ktp, surat dokter, dan lainnya. Kemudian kami bersiap dan mempersiapkan semuanya.

Awal semua cerita hebat.
Setelah semua siap, kami pun mulai mengencangkan tas keril kami dan mengikat kuat simpul sepatu kami. Mungkin dalam hati kami berkata ‘aku harus sampai ke puncak sana’, ya itu adalah hal penting dalam melakukan pendakian gunung, yaitu tekad dan semangat.

Gambar. Pos pendaftaran Ranu Pani

Pukul 14.00 siang kami mulai melakukan perjalanan menuju pintu masuk Taman Nasional Bromo Semeru Tengger. Jalan yang kami lewati adalah jalan aspal dengan pemandangan perkebunan sayur milik warga sekitar yang menghiasi sisi jalan. Jejeran perbukitan pun seakan menyambut kedatangan kami. Setelah beberapa saat kami berjalan akhirnya kami sampai di pintu masuk taman nasional. Sesampainya disana kami mulai memanjatkan doa bersama kepada Allah SWT agar menjaga kami dari segala macam bahaya. Karena dalam mendaki gunung bukan tidak mungkin terjadi sesuatu hal yang menyebabkan luka, cedera, bahkan hilangnya nyawa.

Gambar. Pintu Masuk Taman Nasional

Amin !! selesainya memanjatkan doa kami mulai petualangan sesungguhnya dari perjalanan kami, tanpa kendaraan, tanpa gadget HP, tanpa moderenisasi. Hanya Tuhan, Aku dan Alam !! ya begitulah sekiranya ungkapan kata dari perjalanan ini. Awal perjalanan kami langsung disuguhkan trek yang menanjak dengan pijakan tanah lembab sehabis hujan hari lalu. Fisik pun mulai diuji, tarikan napas pun mulai memburu, dan hawa dingin pun berganti keringat membasahi tubuh kami. Istirahat pun mulai dilakukan seperlunya, dan hanya untuk memulihkan nafas yang mulai berat. Terdapat 4 shelter untuk beristirahat sebelum sampai di pos Ranu Kumbolo, masing – masing shelter memiliki waktu tempuh berbeda menuju shelter lainnya. Berkisar antara 2 – 4 jam bahkan bisa lebih lama tergantung kondisi cuaca dan fisik para pendaki. Di sepanjang jalan menuju Ranu Kumbolo kita disuguhkan pemandangan hutan, semak, dan lembah pegunungan. Karena kita akan memutari beberapa bukit dan anak gunung sebelum sampai shelter 4. Pukul 17.00 saya sampai di shelter 3, saya beristirahat sejenak untuk menghilangkan dahaga dan pegal pada kaki juga bahu yang menopang beban cukup besar. Selama 15 menit kami mencoba mengumpulkan sisa tenaga dan semangat. Oke !! sepertinya saya siap untuk melanjutkan perjalanan dan kami pun muai bergerak cepat karena sebentar lagi akan datang gelap.

Gambar. Jalur pendakian menuju shelter 4

Di tengah perjalan kami pun mendapat sebuah semangat baru yang besar. Karena dari kejauhan kami bisa melihat pos yang akan kami jadikan tempat membangun tenda untuk istirahat malam ini. Dari tempat kami berdiri, sebuah danau besar terhampar elok di bawah sana. Senyum kecil pun mulai menghiasi wajah kami yang sebelum nya lemas. Kaki pun semakin ringan untuk melangkah menuju shelter 4.
Karena semangat besar, rasa letih, dan gelap yang mulai datang, kami memutuskan untuk tidak beristirahat di shelter 4. Jadi perjalanan pun berlanjut sampai tempat mendirikan tenda. Pukul 19.00 malam, kami sampai di pos Ranu Kumbolo, sebuah danau besar nan indah. Sebuah primadona yang menjadi impian pendaki karena keindahan danau nya yang entah proses alam membentuk sebuah danau luar biasa ini di ketinggian. Dalam kegelapan malam, dan dingin yang menusuk tulang, kami mulai menyalakan head lamp kami masing – masing. Kemudian membagi tugas antara memasak, menyiapkan tenda, mengambil air. Semua harus dilakukan secepatnya karena semakin malam, udara akan bertambah dingin. Dan fisik kami pun mulai turun karena dari tadi kami hanya mengganjal perut dengan makanan ringan. Dalam kondisi seperti itu, bahaya senantiasa mengintai. Karena di ketinggian 2400 mdpl, udara dingin dan kurangnya asupan makanan dapat menyebabkan hipotermia.

Gambar. Tim mulai mendirikan tenda

          Setelah tenda siap dan masakan telah matang, kami pun mulai menyantap hidangan makanan. Hhaahh, betapa nikmatnya makan setelah semua letih hari ini. Usai makan kami santai sejenak dengan duduk di tepian danau sambil menatap langit yang penuh hamparan bintang. Tidak pernah saya melihat bintang sebanyak dan seterang ini. Mungkin karena di ketinggian dan tidak adanya polusi cahaya dari lampu – lampu kota, makanya bintang nya terlihat sangat benderang.. amazing !! hahaa. Semua semakin lengkap dengan hangat api unggun, segelas cokelat panas, dan canda tawa menghiasi malam kami. Tak lama, kantuk mulai menyerang. Kami pun masuk ke dalam tenda untuk memejamkan mata dan mulai memanjatkan doa kami kepadaNya.

Gambar. Pemandangan Malam Ranu Kumbolo

Tak terasa pagi pun tiba, para pemburu sunrise sudah riuh ramai di luar. Sayang nya kami bangun terlalu siang jadi tidak mendapat sunrise. Saya pun bergegas keluar tenda, begitu keluar udara pagi dingin menyeruak. Pemandangan di luar hanya ada kabut putih, embun beku yang mongering di atas rumput, halimun pagi menyelimuti sunyi nya pagi itu. Kami pun bersiap dan membereskan tenda untuk melanjutkan perjalanan. Sebelum nya kami masak, mencuci muka, dan membersihkan badan dengan air danau. Bbbrrrrr.. begitu dingin nya air danau ini, sampai – sampai tangan seakan membeku. Pagi ini tak banyak sinar matahari karena tebalnya kabut dan awan yang menggantung di langit. Sepertinya kita kurang beruntung, karena belum bisa menyaksikan sunrise yang luar biasa indah di Ranu Kumbolo.

Gambar. Suasana pagi itu

            Seusai semuanya siap, pagi itu tanggal 11 juni 2013 pukul 09.30 kami melanjutkan perjalanan. Baru sedikir berjalan kami langsung di hadapkan tanjakan curam yang cukup tinggi bernama, Tanjakan Cinta. Dinamakan tanjakan cinta karena konon apabila kita mendaki dengan memikirkan seseorang yang kita cinta tanpa menoleh ke belakang sedikitpun, dia akan menjadi jodoh kita. Saya pun mulai menapak selangkah semi selangkah menaiki tanjakan tersebut, trek ini memiliki kemiringan yang cukup curam, jadi butuh stamina dan pengaturan nafas yang tepat. Apalagi buat para perokok, paru – paru di uji banget disini hahahaa.  tapi sory saya ga mau menyia – nyiakan pemandangan yang luar biasa indah demi sebuah legenda atau dongeng. Sesekali saya melihat kebelakang dan bernafas dalam sambil menikmati sebuah lukisan Tuhan.

Gambar. Tanjakan cinta

Setelah beberapa saat kita sampai di atas dari tanjakan cinta. Tapi jangan pernah berfikir kalau trek sehabis ini adalah jalur datar. Karena trek selanjutnya adalah menuruni tebing yang tingginya sama seperti kita naik tanjakan cinta tadi, kebayang kan? Tapi ga usah dipikirin, karena pemandangan di atas sini tuh ‘awesome, amazing, luar biasa, menakjubkan’ hahaaa. Ya memang sangat indah pemandangan diatas sini, kita dapat melihat lembah yang di tumbuhi savanna dan bunga lavender. Dengan perbukitan kecil yang di tumbuhi rumput tipis khas ketinggian dan pohon cemara menghiasi sudutnya. Dinamakan lembah oro ombo atau orang biasa menyebutnya bukit telletubies. Dinamakan seperti itu karena, bukit – bukit di sekitar lembah yang di tumbuhi oleh rumput tipis khas pegunungan hampir sama dengan bukit yang ada dalam film telletubies. Tentu kalian tau kan film untuk anak – anak itu? Kalau tidak tau mungkin anda bisa Tanya adik, atau anak kecil di rumah anda hahahaaa..

Gambar. Lembah oro ombo

            Kami pun mulai turun secara perlahan, tentu saja karena cukup curam dan tanah yang lembab sehingga tanah licin ketika di pijak. Apalagi keseimbangan tubuh yang mudah goyah dikarenakan beban yang kami bawa memperbesar resiko tergelicir. Jadi kami harus sangat berhati – hati dalam menuruninya. Beberapa saat setelah kami sampai dibawah lagi – lagi kami di buat terpukau oleh keindahan warna dari padang bunga lavender yang sangat luas. Hanya ada jalan setapak di trek ini, menembus padang lavender yang menghiasi kiri kanan jalan. Setelah melewati padang lavender kita disuguhkan padang savanna dan perbukitan yang saya sebutkan tadi. Saya berjalan dengan perasaan takjub, karena ini pengalaman pertama saya melihat savanna di ketinggian seperti ini.
              Beberapa lama kami berjalan, pukul 10.30 siang kami sampai di pos selanjutnya, yaitu pos Cemoro Kandang. Disini adalah tempat untuk melepas lalah dan memulihkan tenaga. Kami pun beristirahat di sini, di bawah pepohonan cemara yang besar. Ya untuk sekedar minum, mengunyah biscuit atau meluruskan kaki yang mulai keram.

Gambar. Pos Cemoro Kandang

            Beberapa saat kami istirahat dan bersenda gurau, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, dikarenakan cuaca yang sudah mulai mendung. Kaki pun mulai melangkah demi setapak, jejak cengkraman sepatu kami menjadi sebuah tanda pendakian. Beberapa saat kami berjalan, hujan pun turun dengan lebat. Kami pun bergegas menggunakan jas hujan / rain coat yang sudah kami persiapkan. Oke, perjalanan pun dilanjutkan di tengah guyuran hujan. Pendakian pun semakin sulit, trek yang mulai menanjak, kabut mulai menghalang pandangan, langkah semakin berat karena tanah basah dan menempel dengan sepatu, juga hujan yang membuat dingin semakin mensuk tulang. Tak lama kemudian hujan mulai reda, kami membuka kembali jas hujan kami dan melanjutkan perjalanan. Namun jangan berfikir semua menjadi mudah setelah hujan, situasi masih sama ketika hujan tadi. Stamina kami lebih banyak terkuras dalam situasi seperti ini. Keadaan alam dari cemoro kandang adalah trek menanjak dengan hamparan pohon cemara dan semak di sekitar. Sesekali kita melewati lembah atau jurang, intinya kita akan  memutari sebuah gunung untuk sampai ke pos berikutnya. Bersusah payah kami mendaki, dan beberapa kali harus beristirahat untuk memulihkan tenaga. Akhirnya pukul 12.00 siang kami sampai di pos jambangan..
Sekitar 10 menit kami beristirahat, perjalanan pun di lanjutkan. Pos selanjutnya tidak terlalu jauh, dan disanapun kita akan mendirikan tenda. Dan satu hal tujuan utama, yaitu memasak makanan. Karena perut kami yang sudah mulai lapar hahaaaa. Terlalu semangat nya kami berjalan tak terasa pos selanjutnya pun mulai terlihat, sebuah savanna yang dikelilingi jejeran gunung tinggi. Sebuah pos yang sudah dekat dengan tujuan kami, di sini adalah pos Kali Mati.

Gambar. Pos Kali Mati

Beregegas kami membentuk tim untuk berbagi tugas, yaitu masak, mendirikan tenda, dan mengambil air. Di pos ini, mata air cukup jauh. Kita harus berjalan beberapa kilometer untuk ke sumber air, dan disini adalah sumber mata air terakhir. Jadi ini adalah tempat terakhir pendaki untuk memenuhi kebutuhan air mereka sebelum mendaki ke puncak.
            Beberapa saat kemudian, masakan matang, tenda pun terpasang kokoh, dan air pun sudah memadai. Berarti ini adalah waktu yang telah kami nanti, ini waktunya makaaaaannn hahahaaa. Kami makan dengan lahapnya walaupun masakan nya sedikit gak jelas, tapi ini makanan terbaik disisini. Usai makan kami santai, kopi, teh dan coklat panas menjadi teman kami di udara dingin seperti ini. Canda tawa menghiasi siang kami, sedikit demi sedikit letihpun mulai terkikis. Tak terasa sore pun menjelang, pukul 16.30 sore kami memutuskan untuk tidur agar kondisi fisik kami fit untuk pendakian malam nanti. Kami pun mulai mauk tenda masing – masing untuk beristirahat.

Puncak Abadi Para Dewa
            Dingin menusuk tulang dan suara gemuruh membangunkan kami dari tidur. Pukul 11.00 malam rintik hujan mulai turun, sepertinya malam ini kurang bersahabat untuk menggapai puncak. Kami membicarakan kemungkinan yang akan terjadi malam ini, segelas kopi panas mungkin akan membuat tubuh mengigil ini lebih hangat. Beberapa saat kami berdiskusi akhirnya ditarik kesimpulan, jika sampai 12.00 malam nanti hujan tak kunjung reda, pendakian harus di tunda sampai besok malam. Kerena ketika hujan resiko tergelincir sangat besar, belum lagi cuaca dingin ditambah hujan dan angin kencang akan membuat tubuh kami kedinginan hebat. Kemi pun menanti hujan reda sambil bersiap jikalau benar nanti hujan reda semua sudah siap untuk pendakian. Pendakian harus dilakukan pada malam hari, karena kurang sempurna jika kita tidak melihat sunrise atau matahari terbit dari puncak sana. Belum lagi waktu yang diperbolehkan untuk berada di puncak hanya sampai pukul 09.00 pagi. Karena saat itu puncak gunung mulai menghembuskan gas beracun yang keluar dari kawah gunung.
            Seperti yang kami harapkan pukul 12.00 tengah malam, hujan mulai reda namun rintik nya masih turun gemericik. Kami keluar dari tenda dan mulai bersiap. Semua di awali dengan berdoa, karena ini adalah klimaks atau episode terakhir dari perjalanan kami. Usai berdoa, kami mulai melangkah secara perlahan. Lampu senter atau headlamp kami mulai memecah kegelapan malam yang pekat. Itu adalah satu – satu nya sumber cahaya yang akan menuntun langkah kita sampai puncak. Kami mulai menuruni lembah untuk kemudian kembali mendaki menelusuri lereng gunung. Keadaan alam mulai berubah, kami mulai memasuki hutan yang cukup lebat. Trek pun cukup sulit karena harus melewati pijakan dari akar, tak jarang kami harus melewati pohon besar yang tumbang melintang di tengah jalan. Dengan tertatih kami menapak selangkah demi selangkah, napas yang mulai terengah membuat waktu perjalanan semakin lama. Tak ada perasaan takut bagi kami selama menerobos hutan dangan suasana yang gelap dan cukup mencekam. Karena tujuan kami sudah terluhat di depan mata kami. Pos terakhir sudah mulai terlihat di ketinggian, batas hutan dari gunung semeru sebelum memasuki puncak berpasir. Pos ini dinamakan Arcapada atau Arcopodo.

Gambar. Tim istirahat untuk minum

Setelah sampai di pos Arcapada kami melekukan istirahat beberapa menit, lalu kemudian melanjutkan perjalanan. Saya tidak percaya apa yang saya lihat, sebuah lereng dengan pijakan berpasir dari hasil letusan gunung. Pemandangan yang menajubkan mulai tersaji dari sini, karena tak ada pepohonan yang menghalangi pandangan. Haaaahhh Subhanallah, ini sungguh luar biasa indah. Namun disini adalah sebuah penentuan, karena banyak dari para pendaki menyerah di jalur ini. Dan tak sedikit dari mereka yang tergelincir bahkan menghembuskan nafas terakhirnya di tempat ini. Kami mulai melangkahkan kaki kami, setiap kami jalan beberapa langkah kami berhenti dikarenakan napas kami yang berat akibat tipisnya oksigen disini. Belum lagi hembusan angin membuat badan kami terasa beku. Beberapa saat setelah naik regu pun mulai berpencar, kami berjalan sendiri karena ada yang sering beristirahat dan ada yang fisik nya cukup kuat untuk terus berjalan. Saya pun berjalan sendiri, dibantu sebuah tongkat dari kayu kaki mulai menapak dinding pasir. Tak jarang ketika berhenti saya terperosok karena pasir yang longsor, tak heran karena sudut kemiringan jalur menanjak ini adalah 75 derajat. Sampai ketika fisik saya sudah hampir tidak kuat untuk melangkah. Dingin menusuk tulang, dada yang terasa berat, mata yang sudah sangat mengantuk, dan kaki yang sangat letih. Saya pun terduduk ditepian trek, pandangan daya menghadap kearah bawah. Luar biasa pemandangan kota malang dan Lumajang dari atas sini. Lampu kota yang gemerlap dari kejauhan, belum lagi jejeran pegunungan di bawah sana membuat saya meneteskan air mata karena puas dan bahagia. Tanpa disadari saya tertidur dalam keadaan duduk. Entah berapa lama saya tertidur dan kemudian tepukan tangan menyentuh pundak saya, membuat saya terbangun. Rupanya teman saya yang tadi di belakang kini sudah mendahului saya. Sebuah semangat baru pun muncul, meski hanya sedikit namun cukup untuk membuat tubuh saya kembali bergerak. Perjalananpun dilanjutkan sampai akhirnya kabut mulai menyelimuti jalur pendakian, jarak pandang sangat tebatas dan saya pun harus berhati – hati. Mungkin ini bukan kabut, melainkan sebuah awan. Karena kira – kira saya berada di atas ketinggian 3000 mdpl. Perlahan kabut mulai hilang dan dari timur jauh tampak rona cahaya yang sangat indah. Dengan mata saya sendiri saya menyaksikan ketika matahari perlahan mulai keluar dari peraduannya. Cahaya jingga kemerahan mewarnai langit timur pagi itu untuk beberapa saat sebelum kemudian tertutup awan tebal. Karena sepertinya pagi itu cukup berawan dan mendung.
            Dari kejauhan puncak sana terlihat kibaran bendera merah – putih yang tertancap tegak pada sebuah tumpukan batu. Tak salah lagi itu adalah prasasti atau patokan dari puncak gunung semeru. Senyum mulai menggantung di wajah saya, semua usaha dan kerja keras saya akhirnya terbayar. Tak lama berjalan pukul 06.00 pagi saya sampai di puncak gunung semeru, disana sudah menanti beberapa dari teman saya yang sudah lebih dulu sampai. Saya pun menghampiri mereka, tanpa disadari air mata mengucur dipipi. Tangis haru dan bahagia mengingat apa yang telah saya lalui kini sudah sampai pada tujuan akhir kami.





Gambar. Puncak mahameru 3676 mdpl


Gambar. Samudera awan puncak mahameru

Kami membuat cerita untuk diri kami sendiri dan mungkin akan kami ceritakan pada anak cucu kami kelak. Bahwasanya kami pernah menggapai ketinggian 3676 mdpl, puncak tertinggi pulau jawa, puncak mahameru, puncak abadi para dewa.